Hati Seorang Ibu

Ilustrasi Yesus berjumpa dengan ibunya pada peristiwa Jalan Salib
Ilustrasi Yesus berjumpa dengan ibunya pada peristiwa Jalan Salib

OASENusalontar.com

Akhirnya Pilatus mengetuk palu, “Ambil dan salibkan Dia!”.

Bacaan Lainnya

Entah di mana sang ibu, Maria, saat itu. Mungkin berada di kerumunan. Atau berdiri di kejauhan sembari menatap Sang Putera dengan hati hancur.

Ibu mana yang hatinya tak pilu jika melihat anak satu-satunya dipukul, diludahi dan dicaci maki seperti itu? Bahkan ketika anaknya penjahat sekalipun, hati seorang ibu tak pernah pandai menghitung. Yang dimiliki ibu hanyalah hati sebening embun, tegar sekaligus rapuh.

Dan Maria adalah juga seorang ibu. Ibu yang telah sejak semula pasrah pada kehendak sang Maha Pengatur. Tapi melihat Yesus, Putera semata wayangnya rubuh bersimbah darah, mencium tanah, menubruk batu, sepasrah-pasrahnya seorang ibu, hatinya pasti serasa disayat sembilu, perih dan getir seakan berpadu.

Memahami rasa seorang Maria, adalah refleksi panjang tentang derita yang harus ditangung karena jawaban “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu”.

Kepasrahan itu berbuah sembilu, mengiris dan menghancurkan hati manusiawinya yang rapuh. Setelah dulu menanggung malu lantaran “terlanjur mengandung”, kini harus pula memikul derita menatap sang Putera tergantung tanpa tahu mengapa bisa begitu.

Kepedihan Maria adalah gambaran sempurna kepedihan para ibu yang anaknya pulang tak bernyawa dari tanah rantau.

Kepedihan Maria adalah representasi kegalauan hati para ibu yang cemas melihat nasib anak-anaknya yang banyak itu tidak menentu.

Kepedihan Maria adalah gambaran kecemasan para ibu yang mungkin terpaksa membesarkan anaknya seorang diri, jatuh bangun tapi tetap berusaha tegar dan tangguh.

Di kaki salib tatapan Maria dan Yesus beradu. “Ibu maafkan Aku karena telah membuatmu pilu, tapi inilah jalan-Ku”. Dan tangis sang ibupun luruh. Air matanya tumpah tak terbendung.

Semoga air mata getir itu membasuh hati dan pikiran kita untuk bisa berbagi kebaikan dengan cara masing-masing, sehingga tak ada lagi air mata para ibu, yang hatinya sendu lantaran menyaksikan anak-anaknya kalah dalam perjuangan menantang kerasnya hidup.

Juga membasuh hati para ibu yang berjuang tanpa lelah walau sendirian menantang kerasnya hidup.

Tuhan terima kasih untuk hadiah: seorang Ibu.

Joe Rhada

Pos terkait